SINOPSIS NOVEL TERJEMAHAN | HARRY POTTER AND THE GOBLET OF FIRE (J.K.ROWLING)

SINOPSIS
BAHASA INDONESIA



Harry Potter and The Goblet of Fire”
Karya : JK Rowling


Disusun       : Nabilah Syarifa Zuhdi




Keterangan Novel

Judul                    : Harry Potter and The Goblet of Fire
                              (Harry Potter dan Piala Api)
Pengarang           : JK Rowling
Penerbit               : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Penerbit    : Oktober 2001
Kota Penerbit       : Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta
                             10270
ISBN                   : 979-22-3123-4



UNSUR INTRINSIK

a)    Tema
Pertandingan Harry Potter

b)    Tokoh Tokoh dan Perwatakan
·         Harry Potter                   : [Protagonis] Pemberani, Rendah hati, Loyal,
Soldaritas, Tidak sombong, penolong, ramah. 
·         Ronald Weasley            : [Protagonis] Setia Kawan, pemberani, agak
pesimis, rendah hati, agak iri hati.
·         Hermione Granger        : [Protagonis] Cerdas, setia kawan, pemberani,
penolong, rendah hati 
·         Lucius Malfoy                : [Antagonis] Aristokrat, sombong, Ambisius, Licik. 
·         Albus Dumbledore         : [Protagonis] Bijaksana, Baik, Rendah hati,
pemaaf (kepala sekolah Hogwarts)
·         Viktor Krum                   : [Antagonis] Menyakiti orang lain, egois
·         Fleur Delacour               : [Protagonis] Baik, suka tersenyum, rendah hati
·         Cedric Diggory              : [Protagonis] Baik, pantang menyerah, pemberani

c)    Alur
Di novel ini menggunakan alur maju

d)    Sudut Pandang
Dalam novel ini memakai sudut pandang orang ketiga.
e)    Latar/setting
Tempat      : Sekolah sihir Hogwarts, tepi hutan, danau, dan labirin
Suasana    : Menegangkan, mengharukan, dan menakutkan
Waktu        : Pada malam dan siang hari

f)     Amanat
Kita hanya kuat jika kita bersatu dan lemah jika kita terpisah”
Bukan hanya orang yang terlihat kuat yang dapat memenangkan pertandingan, terkadang otak pun dibutuhkan untuk memenangkan pertandingan”
Solidaritas teman lebih baik, walaupun terkadang menyulitkan”

g)    Gaya Bahasa
Hiperbola, Personifikasi




SINOPSIS

Harry, Ron dan Hermione memasuki tahun ke-4 mereka di Hogwarts. Setelah mengalami mimpi aneh dengan Pangeran, Harry terbangun di rumah keluarga Weasley. Harry, Hermione dan Keluarga Weasley pergi untuk menonton final Piala Dunia Quidditch ketika malamnya terjadi kekacauan di perkemahan. Para Pelahap Maut yang mengenakan topeng muncul dan membakari tenda-tenda. Harry yang terpisah dari teman-temannya dan sempat pingsan, ia sempat melihat sesosok orang menggumamkan sesuatu dan mengirimkan Tanda Kegelapan ke angkasa, tapi ketika Ron dan Hermione tiba, orang tersebut telah pergi. Mereka nyaris dituduh sebagai orang yang melepaskan Tanda Kegelapan tersebut.
Melewati gerbang, yang kanan-kirinya dijaga patung babi hutan bersayap, dan mendaki jalan menanjak, kereta menggelinding, berguncang mengerikan dalam angin kencang yang kini telah berubah menjadi badai. Bersandar ke jendela, Harry bisa melihat Hogwarts semakin dekat, cahaya dari jendela-jendelanya kabur danbergoyang di balik tirai hujan lebat. Kilat menyambar dilangit ketika kereta mereka berhenti di depan pintu besardari kayu ek, di atas undakan batu. Anak-anak yang berada dalam kereta kereta di depan mereka sudah bergegas menaiki undakan. Harry Ron, Hermione, dan Neville melompat turun dari kereta mereka dan buru buru menaiki undakan juga, baru menengadah setelah mereka berada dalam Aula Depan besar yang diterangi cahaya obor, dengan tangga pualamnya yang megah. "Ya ampun," kata Ron, menggoyangkan kepalanya dan mencipratkan air ke mana-mana. 
Harry, Ron, dan Hermione berjalan terpeleset-peleset menuju pintu ganda di sebelah kanan. Ron bergumam marah-marah ketika menyeka rambutnya yang basah dari wajahnya. Aula Besar tampak megah seperti biasanya, didekorasi untuk pesta awal tahun ajaran. Piring-piring dan pialapiala emas berkilauan tertimpa cahaya ratusan lilin yang melayang di atas meja-meja. Keempat meja asrama penuh sesak oleh anak-anak yang ramai berceloteh. Di ujung aula, para guru duduk di belakang meja kelima, menghadapi murid-murid mereka. Di dalam aula jauh lebih hangat. Harry, Ron, dan Hermione berjalan melewati meja Slytherin, Ravenclaw, dan Hufflepuff, dan duduk bersama anakanak Gryffindor lainnya di meja paling ujung, di sebelah Nick si Kepala-Nyaris-Putus, hantu Gryffindor. Seputih mutiara dan semi-transparan, Nick malam ini memakai baju ketatnya yang biasa, tetapi dengan rimpel ekstrabesar, yang berfungsi ganda, yakni bernuansa pesta dan sekalian untuk menyangga agar kepalanya tidak terlalu bergoyang di atas lehernya yang nyaris putus.
Mereka belum pernah memiliki guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam yang bertahan lebih dari tiga semester. Favorit Harry sejauh ini adalah Profesor Lupin, yang mengundurkan diri tahun ajaran lalu. Harry memandang meja guru lebih teliti lagi. Profesor Flitwick yang kecil mungil duduk di atas tumpukan bantal di sebelah Profesor Sprout, guru Herbologi, yang topinya miring di atas rambut panjangnya yang beruban. Guru perempuan ini sedang bicara pada Profesor Sinistra dari departemen Astronomi. Di sisi lain Profesor Sinistra duduk si ahli Ramuan berwajah pucat, dengan hidung bengkok dan rambut berminyak, Snape—orang yang paling tidak disukai Harry di Hogwarts. Di sebelah Snape ada kursi kosong, yang menurut dugaan Harry kursi Profesor McGonagall. Di sebelahnya, tepat di tengah meja, duduk Profesor Dumbledore, kepala sekolah, rambut dan jenggot panjangnya yang keperakan berkilau dalam cahaya lilin, jubah hijau tuanya yang indah bersulam banyak bintang dan bulan.
Harry, Ron, dan Hermione dikejutkan dengan berita bahwa Hogwarts menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan Turnamen Triwizard, sebuah turnamen yang diadakan untuk mempererat persaudaraaan antar Sekolah Sihir. Dua sekolah lain yang mengikuti turnamen ini adalah Akademi Sihir Beauxbatons pimpinan Madame Maxime dan Institut Durmstrang yang dipimpin oleh Igor karkaroff. Setiap sekolah akan diwakili oleh satu juara sekolah, yang akan dipilih setelah memasukkan nama mereka ke dalam Piala Api. Turnamen Triwizard pertama kali diselenggarakan kira-kira tujuh ratus tahun lalu sebagai kompetisi persahabatan di antara ketiga sekolah sihir terbesar di Eropa: Hogwarts, Beauxbatons, dan Durmstrang. Seorang juara dipilih untuk mewakili masing-masing sekolah, dan ketiga juara ini bersaing dalam menyelesaikan tiga tugas sihir. Ketiga sekolah ini bergiliran menjadi tuan rumah turnamen ini lima tahun sekali, dan kegiatan ini disepakati sebagai cara paling luar biasa untuk membina tali persahabatan di antara para penyihir muda yang berbeda bangsa—sampai, angka kematiannya menjadi tinggi sekali, sehingga turnamen ini tidak diteruskan. Namun pada tahun ini akan diadakan kembali turnamen tersebut, para kepala sekolah yang muridnya akan ambil bagian, bersama Menteri Sihir, telah sepakat untuk menerapkan pembatasan umur untuk para peserta tahun ini. Hanya pelajar yang telah cukup umur—yaitu tujuh belas tahun atau lebih—diizinkan mengajukan nama mereka untuk dipertimbangkan, tindakan yang kami anggap perlu, mengingat tugas-tugas turnamen itu akan tetap sulit dan berbahaya, kendati kami telah mengambil langkah pengamanan, dan sangatlah tidak mungkin pelajar di bawah kelas enam dan tujuh sanggup menanganinya. Aku sendiri yang akan memastikan bahwa tak ada pelajar di bawah umur yang memperdayakan juri kita agar memilihnya menjadi juara Hogwarts. Dumbledore sedikit mengeraskan suaranya, karena beberapa anak mengeluarkan suara marah mendengar keterangannya, dan si kembar Weasley mendadak tampak berang.
Saatnya pengumuman tentang Turnamen Triwizard. Setelah semua anak memasuki Aula Besar dan duduk di meja masing-masing, para guru masuk, berjalan ke meja guru dan duduk. Yang berjalan paling belakang adalah Profesor Dumbledore, Profesor Karkaroff, dan Madame Maxime. Ketika kepala sekolah mereka muncul,murid-murid Beauxbatons langsung melompat berdiri. Beberapa anak Hogwarts tertawa. Meskipun demikian rombongan Beauxbatons tidak tampak malu, dan belum duduk lagi sebelum Madame Maxime duduk di sebelah kiri Dumbledore. Dumbledore tetap berdiri, dan Aula Besar menjadi sunyi senyap. Begitu kata "juara" disebut, perhatian anak-anak yang mendengarkan semakin tajam. Filch, yang sejak tadi bersembunyi tanpa ada yang memperhatikan di sudut aula yang jauh, sekarang mendekati Dumbledore dengan menggotong peti kayu besar bertatahkan permata. Peti itu tampak sudah sangat tua. Gumam ketertarikan terdengar di antara anak-anak. Dennis Creevey malah sampai berdiri di atas kursi supaya bisa melihatnya dengan jelas, tetapi, karena dia kecil mungil, kepalanya hampir tidak lebih tinggi dari kepala teman-temannya. Instruksi pelaksanaan tugas-tugas yang akan dihadapi para juara tahun ini sudah diperiksa oleh Mr Crouch dan Mr Bagman dan mereka sudah menyelesaikan persiapan yang dibutuhkan untuk masing-masing tantangan. Akan ada tiga tugas, dilaksanakan dalam rentang waktu sepanjang tahun ajaran, dan ketiga tugas ini akan mengetes para juara dalam berbagai hal— kecakapan sihir mereka— keberanian mereka—kelihaian mereka menarik kesimpulan—dan, tentu saja kemampuan mereka dalam menghadapi bahaya. Mendengar kata terakhir Dumbledore, aula total sunyi senyap, seakan tak seorang pun bernapas.
Satu juara dari masing-masing sekolah yang berpartisipasi. Mereka akan dinilai berdasarkan bagaimana prestasi mereka dalam masing-masing tugas, dan juara yang mengumpulkan jumlah nilai terbanyak setelah pelaksanaan ketiga tugas akan memenangkan Piala Triwizard. Ketiga juara akan dipilih oleh penyeleksi yang tidak berpihak: Piala Api. Dumbledore sekarang mengeluarkan tongkat sihirnya dan mengetuk bagian atas peti tiga kali. Tutup peti perlahan membuka. Dumbledore menjangkau ke dalamnya dan mengeluarkan piala kayu besar yang kasar buatannya. Piala itu sama sekali tak akan menarik perhatian kalau saja tidak dipenuhi nyala api biru yang menari-nari sampai ke tepiannya. Dumbledore menutup peti dan meletakkan piala dengan hati-hati di atasnya, sehingga bisa dilihat jelas oleh semua orang di Aula Besar. Para peminat punya waktu dua puluh empat jam untuk memasukkan nama mereka. Besok malam, Halloween, si piala akan mengembalikan tiga nama yang dinilainya paling layak mewakili sekolah masing-masing. Piala ini akan diletakkan di Aula Depan malam ini, supaya mudah dicapai oleh siapa pun yang ingin ikut bertanding. Dumbledore akan membuat Lingkaran Batas Usia di sekeliling Piala Api setelah piala ini diletakkan di Aula Depan. Tak seorang pun yang berusia di bawah tujuh belas tahun akan bisa melewati lingkaran ini.
Rombongan Durmstrang berjalan menuju kastil dari danau. Viktor Krum berjalan di sebelah Karkaroff, dan anak-anak Durmstrang lainnya di belakang mereka. Ron memandang Krum dengan bergairah, tetapi Krum tidak menoleh ketika tiba di pintu depan sedikit lebih dulu daripada Hermione, Ron, dan Harry. Dia terus saja masuk. Ketika mereka memasuki Aula Besar yang diterangi cahaya lilin, aula hampir penuh. Piala Api sudah dipindahkan, dan sekarang berdiri di depan kursi kosong Dumbledore di meja guru. Fred dan George— dagu mereka sudah mulus lagi—tampaknya sudah menerima nasib.
Pesta Halloween rasanya berlangsung lebih lama daripada biasanya. Mungkin karena ini pesta kedua dalam dua hari berturut-turut, Harry tidak begitu bersemangat menyantap hidangan lezat-lezat yang tersaji. Seperti semua orang di aula, ditinjau dari leher-leher yang tak hentinya dijulurkan, ekspresi tak sabar di semua wajah, kegelisahan, dan anak-anak yang berkali-kali berdiri untuk melihat apakah Dumbledore sudah selesai makan, Harry ingin piring-piring segera disingkirkan dan mendengar siapa yang terpilih menjadi juara. Akhirnya, piring-piring emas kembali kosong dan berkilau bersih. Suara-suara di dalam Aula Besar semakin keras, tetapi langsung diam begitu Dumbledore bangkit. Di kiri-kanannya, Profesor Karkaroff dan Madame Maxime tampak sama tegangnya seperti semua orang. Ludo Bagman berseri-seri dan mengedip kepada berbagai anak. Tetapi Mr Crouch rupanya tak tertarik, dia malah tampak agak bosan. Dumbledore mengeluarkan tongkat sihirnya dan membuat gerakan menyapu dengannya. Serentak lilin-lilin, kecuali yang ada dalam labu kuning terukir, langsung padam. Ruangan menjadi setengah gelap. Piala Api sekarang bersinar lebih terang daripada apa pun di seluruh Aula Besar. Lidah apinya yang biru-keputihan cemerlang menyilaukan, membuat mata sakit. Semua memandangnya, menunggu... Beberapa anak berkali-kali melihat arloji mereka....
Nyala api di dalam piala mendadak menjadi merah lagi. Lidah api mulai menyembur. Detik berikutnya ada lidah api meluncur ke atas, melontarkan sepotong perkamen gosong. Seluruh ruangan terpekik kaget. Dumbledore menangkap perkamen itu dan menjulurkan lengannya agar bisa membacanya dengan penerangan nyala api, yang sudah kembali berwarna biru-keputihan. Juara untuk Durmstrang adalah Viktor Krum. Harry melihat Viktor Krum bangkit dari meja Slytherin dan berjalan agak bungkuk ke arah Dumbledore. Dia berbelok ke kanan, berjalan melewati meja guru, dan menghilang melalui pintu ke dalam ruang yang telah ditunjuk. Tepuk tangan dan sorak mereda. Sekarang perhatian semua orang tertuju ke Piala Api lagi, yang sedetik kemudian sekali lagi berubah merah. Perkamen kedua dilontarkan oleh lidah apinya. Juara untuk Beauxbatons adalah Fleur Delacour. Harry berteriak ketika si gadis yang mirip Veela bangkit dengan anggun, mengibaskan rambut pirangnya yang keperakan, dan berjalan di antara meja Ravenclaw dan Hufflepuff. Setelah Fleur Delacour juga menghilang ke dalam ruangan yang disediakan, aula sunyi lagi, tetapi kali ini kesunyiannya amat tegang. Berikutnya juara Hogwarts... Dan Piala Api berubah merah sekali lagi, bunga api menyembur, lidah api melesat tinggi ke atas, dan dari puncaknya Dumbledore menarik perkamen ketiga. Juara Hogwarts adalah Cedric Diggory. Kegemparan di meja sebelah terlalu besar. Semua anak Hufflepuff telah berdiri, berteriak-teriak dan mengentak-entakkah kaki, ketika Cedric berjalan melewati mereka, tersenyum lebar, menuju ruangan di belakang meja guru. Aplaus untuk Cedric berlangsung lama sekali, sehingga baru beberapa waktu kemudian suara Dumbledore bisa didengar lagi.
Mendadak Dumbledore berhenti bicara, dan jelas bagi semua orang apa yang telah mengalihkan perhatiannya. Api di dalam piala baru saja kembali berubah merah. Bunga api beterbangan. Lidah api panjang tiba-tiba meluncur ke atas, dan pada puncaknya ada secarik perkamen lagi. Secara otomatis, Dumbledore mengulurkan tangannya menyambar perkamen itu. Dia memeganginya dan menatap nama yang tertulis di atasnya. Hening lama, sementara Dumbledore terus menatap perkamen di tangannya, dan semua orang di dalam aula menatap Dumbledore. Dan kemudian Dumbledore ber-deham dan membacanya... "Harry Potter." Harry duduk terpaku, sadar bahwa semua kepala di dalam Aula Besar telah menoleh untuk memandangnya. Dia kaget sekali. Tubuhnya serasa mati rasa. Pastilah dia mimpi. Dia salah dengar. Tak ada aplaus. Dengung keras, seperti kawanan lebah yang marah, mulai memenuhi aula. Beberapa anak berdiri agar bisa melihat Harry lebih jelas, sementara Harry duduk membeku di kursinya. Di meja guru, Profesor McGonagall bangkit dari kursinya dan bergegas melewati Ludo Bagman dan Profesor Karkaroff, berbisik serius kepada Profesor Dumbledore, yang menelengkan kepala ke arahnya, sedikit mengernyit. Harry menoleh kepada Ron dan Hermione. Di belakang mereka, dia melihat semua anak di meja panjang Gryffindor melongo memandangnya. . Harry bangkit, menginjak tepi jubahnya, dan sedikit terhuyung. Dia melewati lorong di antara meja Gryffindor dan Hufflepuff. Rasanya lorong itu panjang sekali, dia tak sampai-sampai ke meja guru, dan dia bisa merasakan beratus pasang mata memandangnya, seperti lampulampu sorot. Bunyi dengung semakin lama semakin keras. Setelah rasanya satu jam, dia tiba di depan Dumbledore, merasakan tatapan semua guru kepadanya. Harry bergerak melewati meja guru. Hagrid duduk di paling ujung. Dia tidak mengedip kepada Harry, ataupun melambai, atau memberikan salah satu sapaannya yang biasa. Dia tampak sangat keheranan dan cuma melongo menatapnya seperti yang lain ketika Harry lewat. Harry melewati pintu dan ternyata masuk ke dalam ruangan yang lebih kecil, yang di sepanjang dindingnya berderet lukisan para penyihir pria dan wanita. Api berkobar di perapian di seberang ruangan.
Viktor Krum, Cedric Diggory, dan Fleur Delacour bergerombol di depan perapian. Mereka tampak sangat mengesankan, membentuk siluet dilatarbelakangi kobaran api. Krum, yang agak bungkuk dan bertampang serius, sedang bersandar pada rak perapian, agak terpisah dari kedua temannya. Cedric berdiri dengan tangan di belakang punggung, memandang api. Fleur Delacour berpaling ketika Harry masuk dan mengibaskan rambut panjangnya yang keperakan.
Semua orang mengira Harry (yang masih di bawah umur untuk mengikuti turnamen tersebut) berhasil mengelabuhi Piala Tersebut. Ketika Mad-Eye Moody, guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam Hogwarts tahun ini, menepiskan anggapan mereka, dan mengatakan bahwa dibutuhkan sihir yang sangat kuat untuk merekayasa Piala Api. Meski kedua sekolah lain mengajukan protes, akhirnya Harry ditetapkan sebagai salah satu juara. Berbagai tanggapan diperoleh Harry dari orang-orang terdekatnya. Ron, sahabatnya selama ini, agak cemburu dengan tampilnya Harry sebagai juara, dan mereka sempat tidak berbicara satu sama lain. Hermione percaya bahwa bukan Harry yang memasukkan namanya ke dalam Piala Api. Sirius yang masih dalam pelarian memperingatkan Harry untuk berhati-hati karena peserta turnamen sangat rentan terhadap kecelakaan.
Professor McGonagall membawanya ke tempat para naga, di tepi hutan. Tetapi ketika mereka mendekati kerumunan pepohonan, yang dari belakangnya pagar bisa kelihatan, Harry melihat di situ sudah didirikan tenda. Jalan masuknya menghadap mereka, menghalangi naga-naga itu dari pandangan. Harry masuk. Fleur Delacour duduk di sudut di bangku kayu rendah. Dia tidak tampak setenang biasanya, melainkan agak pucat dan berkeringat. Viktor Krum tampak lebih sangar dari biasanya. Menurut dugaan Harry, begitulah caranya menunjukkan ketegangan. Cedric berjalan hilir mudik. Ketika Harry masuk, Cedric tersenyum kecil kepadanya, yang dibalas Harry. Harry merasakan otot-otot wajahnya kaku, seakan sudah lupa bagaimana caranya tersenyum. Di tugas pertama, keempat juara diperintahkan untuk mengambil telur emas dari seekor naga, di mana di dalam telur tersebut berisi petunjuk untuk tugas kedua.
Fleur memasukkan tangan yang gemetar ke dalam kantong dan mengeluarkan model naga miniature yang sempurna – naga Hijau Wales. Ada angka dua melingkar di lehernya. Dan, melihat Fleur yang tidak menunjukkan tanda-tanda keterkejutan, melainkan tekad pasrah, Harry tahu bahwa dugaannya benar. Madame Maxime telah memberitahunya apa yang akan dihadapinya. Hal yang sama terjadi pada Krum. Dia mengeluarkan Bola Api Cina yang berwarna merah. Nomor tiga terkalung di lehernya. Krum bahkan tidak berkedip, hanya duduk lagi dan memandang tanah. Cedric memasukkan tangan ke dalam kantung, dan menarik naga Moncong Pendek Swedia berwarna biru abu-abu, dengan nomor satu terkalung di lehernya. Harry memasukkan tangan ke dalam kantung sutra dan mengeluarkan naga Ekor Berduri Hungaria yang bernomor empat. Naga itu merentangkan sayapnya ketika Harry menunduk memandangnya, dan menyeringai memamerkan taring mininya. Harry dan semua peserta turnamen triwizard lainnya berhasil mengambil telur emas tersebut dan lolos dari serangan naga.
Di hari Natal, diadakan Pesta Dansa (Yule), dimana para juara diwajibkan memiliki pasangan karena mereka akan melakukan dansa pembukaan. Harry yang mengincar seeker Ravenclaw yang cantik, Cho Chang, ternyata kalah cepat dari Cedric Diggory. Akhirnya Harry ke pesta tersebut berpasangan dengan Parvati Patil, Ron dengan Padma Patil, dan Hermione yang mengejutkan semua orang berpasangan dengan Victor Krum, seeker nasional Bulgaria, sang juara Durmstrang.
Tugas kedua adalah menyelamatkan sandera di bawah laut. Sandera Harry adalah Ron, sandera Krum adalah Hermione, sandera Cedric adalah Cho Chang, dan sandera Fleur adalah adiknya, Gabrielle. Peluit bergema nyaring memecah kesunyian udara yang dingin. Penonton meledak dalam tepuk dan sorakan. Tanpa melihat apa yang dilakukan para juara lain, Harry melepas sepatu dan kaus kakinya, menarik keluar gumpalan Gillyweed dari dalam sakunya, menjejalkannya ke mulutnya, dan berjalan masuk ke danau. Airnya dingin sekali, sehingga Harry merasa kulit kakinya terselomot seperti kena api, bukan air dingin. Jubahnya yang basah kuyup memberatinya ketika dia berjalan ke tempat yang lebib dalam. Sekarang air sudah mencapai atas lututnya, dan kakinya yang mati rasa terpeleset Lumpur dan bebatuan licin. Dia mengunyah Gillyweed, sekeras dan secepat mungkin. Rasanya berlendir dan a lot, seperti tentakel gurita. Ketika air mencapai pinggangnya, dia berhenti, menelan, dan menunggu sesuatu terjadi.
Tak ada tanda-tanda ketiga juara yang lain, manusia duyung, Ron – ataupun, syukurlah, si cumi-cumi raksasa. Ganggang hijau muda terhampar di depannya sejauh mata memandang, sedalam enam puluh senti, seperti padang rumput yang tumbuh tinggi. Harry memandang tak berkedip ke depan, berusaha melihat bentuk-bentuk di dalam keremangan… dan kemudian, tanpa peringatan, ada yang mencengkeram pergelangan kakinya. Harry memutar tubuhnya dan melihat Grindylow, setan air kecil bertanduk, muncul dari dalam ganggang, jari-jarinya yang panjang mencengkeram kuat kaki Harry, mulutnya menyeringai memamerkan taringnya yang tajam. Harry cepat-cepat memasukkan tangannya yang berselaput ke dalam jubahnya dan meraba-raba mencari tongkatnya. Saat dia berhasil menemukan tongkatnya, dua Grindylow yang lain sudah muncul dari dalam ganggang, mencengkeram jubah Harry dan berusaha menariknya ke bawah. Harry berhasil lolos dari Grindylow.
Harry membelok di sudut dan pemandangan aneh terlihat di depan matanya. Kerumunan duyung melayang di depan rumah-rumah yang mengitari apa yang tampak seperti lapangan kota versi duyung. Paduan suara duyung bernyanyi di tengah lapangan itu, memanggil para juara kepada mereka, dan di belakang mereka menjulang patung sederhana duyung raksasa yang dipahat dari karang besar. Empat orang diikat kuat ke ekor duyung itu. Ron terikat diantara Hermione dan Cho Chang. Yang satu lagi anak perempuan yang tampaknya tak lebih dari delapan tahun. Rambutnya yang keperakan membuat Harry yakin dia adik Fleur Delacour. Keempatnya tampaknya tertidur lelap. Kepala mereka terkulai di bahu, dan gelembung-gelembung kecil tak hentinya keluar dari mulut mereka. Harry meluncur mendekati para sandera, setengah mengira para duyung akan menurunkan tombak dan menyerangnya. Tetapi mereka tidak berbuat apa-apa. Fleur tidak bisa menyelamatkan adiknya akibat serangan Grindylow. Harry yang mengira tugas ini betul-betul serius memaksakan dirinya membebaskan Ron dan Gabrielle sekaligus, sehingga ia dipermaklumkan menjadi juara kedua karena 'akhlak yang baik'.
Setelah tugas kedua, Harry menemukan mayat Barty Crouch, wakil dari Kementrian Sihir untuk Turnamen Triwizard, dan bergegas mendatangi kantor Dumbledore untuk melaporkannya. Sesampainya di sana, Harry diminta untuk menunggu di kantor Dumbledore, dan saat itulah Harry masuk ke dalam Pensieve, membawa Harry ke dalam ingatan Dumbledore bertahun-tahun yang lalu, ketika Kementrian mengadili putra Barty Crouch dengan tuduhan sebagai Pelahap Maut.
Tugas ketiga adalah sebuah labirin, yang telah diberi berbagai rintangan. Piala Api terletak di tengah labirin tersebut. Siapa yang terlebih dahulu menemukan Piala tersebut, dialah yang tampil sebagai juara Turnamen Triwizard. Cedric dan Harry masuk terlebih dahulu, diikuti Krum, dan terakhir Fleur. Dalam tugas ini, ternyata Krum telah berada di bawah Kutukan Imperius, dan ia menyerang siapa saja yang ditemuinya. Ia menyerang Fleur. Cedric dan Harry juga diserangnya, dan ketika mereka tengah menghindari kejaran Krum, mereka telah melihat jalan menuju Piala Api. Cedric terhambat karena belitan tanaman. Sejenak Harry ragu, tapi ia kembali ke Cedric dan membantunya melepaskan diri. Mereka pun sepakat untuk menjadi juara bersama. Ketika mereka menyentuh Piala Api tersebut bersamaan, Harry sadar bahwa Piala tersebut adalah portkey. Sebelum sadar dimana mereka berada, Cedric dibunuh oleh Peter Pettigrew. Ia juga memantrai sebuah patung untuk menawan Harry. Mulailah ritual pembangkitan Voldermort. Dengan kengerian luar biasa Harry menyaksikan Voldermort hidup kembali dan segera bereunifikasi dengan para Pelahap Mautnya yang segera ber-Apparate satu persatu di sisinya. 
Harry menyaksikan satu persatu mereka membuka topengnya, dan melihat bahwa Lucius Malfoy ada di antara mereka. Voldermort bermaksud membunuh Harry dengan cara duel. Namun ketika tongkat mereka bertemu, terjadilah efek yang sangat langka, yang disebut sebagai Priori Incantatem. Tongkat Voldermort mengeluarkan bayangan orang-orang yang pernah dibunuhnya, termasuk orang tua Harry. Ayah dan Ibu Harry menyuruhnya untuk kembali ke Piala agar dapat kembali ke sekolah. Maka Harry, sambil menyeret tubuh Cedric, kembali menyentuh Piala yang membawanya kembali ke Hogwarts.
Para penonton yang mengira mereka telah mendapatkan Piala bersorak kegirangan, sebelum kemudian berganti dengan jeritan histeris ketika sadar bahwa Cedric Diggory telah menjadi mayat. Harry yang tengah kalut dibawa oleh Moody kembali ke kastil. Dan beberapa saat kemudian terkuaklah rahasia, bahwa ternyata selama ini dia adalah Barty Crouch Jr, yang ditugasi untuk membawa Harry di malam Voldermort bangkit kembali.



 

Popular Quote

“There are only two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle. The other is as though everything is a miracle.” ― Albert Einstein

Meet The Author

Nabilah Syarifa Zuhdi, A girl who has wonderful dreams and nonsense hopes